Selasa, 04 Mei 2010

PERMASALAHAN SEPUTAR I'TIKAF

بسم الله الرحمن الرحيم

A. Pendahuluan

Risalah ini merupakan penjelasan tentang tata cara pelaksanaan I'tikaf yang simpel, pembahasan ini diambil dari tulisan seorang Ulama' mashur beliau adalah As-Sholeh, Al-Faqih, Az-Zahid Al-Imam Syeikh Al-Islam Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah bin Miqdam bin Nasr bin Abdullah Al-Maqdisi yang lebih dikenal dengan Ibnu Qudamah Al-Maqdisi penulis kitab "Al-Mughni" dicetak Dar Al-Kitab 'Arobiy di Beirut – Libanon sebanyak 12 jilid dan 2 jilid Mufahros, beliau meninggal pada tahun 682 H.
System ringkasan ini menggunakan rujukan yang mudah difahami baik orang umum atau tholib yang ingin mendalami secara khusus. Maka, kami cantumkan kode rujukan dalam setiap pembahasan. Bila ditulis dengan angka "2/234" huruf dua adalah nomer jilid buku, sedangkan angka "234" adalah nomer halaman pembahasan. Namun bila disana tertulis "2/234 dan 245" berarti pembahasan itu terdapat dalam jilid yang ke-2 di halaman yang ke-234 dan yang ke-245.


B. Pengertian

Secara bahasa I'tikaf adalah meninggalkan sesuatu (yang tidak berguna, pen,-) dan memenjarakan diri untuk menuju kebaikan, baik bagi dirinya sendiri atau orang lain.
Sedangkan secara istilah syar'I adalah berada di masjid dengan melakukan aktifitas yang khusus. Al-Mugni Bab Kitab I'tikaf 3/117 dan 183.

C. Hukumnya

Hukum I'tikaf bersifat sunnah namun diwajibkan bagi yang bernadzar. Juz 3/118 dan 184.
Jika ia beniat I'tikaf lalu menentukan jumlah hari yang akan dikerjakan dengan jumlah tertentu maka, hal ini tidaklah mengikat dirinya dalam niat tersebut, kemudian ia tidak mendapatkan dosa, apabila ia mempercepat dalam pelaksanaannya. Serta ia boleh keluar (membatalkan I'tikaf) kapanpun ia mau. 3/118 dan 184.

D. Tempatnya

Tidak boleh beri'tikaf dimasjid kecuali yang ditegakkan shalat jama'ah. 3/123 dan 187.
Boleh beri'tikaf bagi orang yang sakit (yang menyebabkan gugurnya melaksanakan shalat jama'ah, pen,-) di masjid manapun, walaupun masjid tersebut tidak ditunaikan shalat berjama'ah karena ia sendiri termasuk orang yang tidak diwajibkan shalat berjama'ah karena sakitnya.
Bila masjid tersebut ditegakkan shalat berjama'ah di waktu-waktu tertentu (seperti shalat magrib dan isya' saja atau shalat yang yang lainnya, pen,-), maka ia boleh melakukan I'tikaf dimasjid tersebut diwaktu itu tanpa harus di masjid yang lainnya.
Boleh pula melakukan I'tikaf bagi orang sakit walaupun cuma dua orang di masjid yang tidak ditegakkan shalat jama'ah kemudian ia melaksanakan shalat jama'ah disana, maka I'tikaf bagi dua orang tersebut syah hukumnya. 3/125, 189 dan 190.


E. Apakah boleh mengkhususkan salah satu masjid untuk menunaikan nadzar?

Maka hal ini tidak boleh dilakukan kecuali di tiga masjid yaitu Masjidil Haram, Masjidnya Nabi SAW dan Masjidil Aqso. 3/157 dan 214.

F. Hukum puasa dalam I'tikaf

Permasalahan ini sudah dianggap masyhur dikalangan Imam Madzab bahwa puasa termasuk syarat syahnya I'tikaf, diriwayatkan dari Imam Ahmad : Bahwa puasa merupakan syarat syahnya I'tikaf. 3/120 dan 186.
Maka dari riwayat diatas telah menjelaskan bahwa tidak syah bagi seorang yang beri'tikaf baik cuma semalam, beberapa hari dan malam, maupun sebagian hari yang telah ia lakukan, melainkan ia telah melaksanakan puasa secara penuh. 3/122 dan 126.

G. Apa saja yang disunnahkan dan dibolehkan maupun yang tidak bagi seorang mu'takif?

Di sunnahkan bagi Mu'takif untuk mempersibuk diri dengan amalan yang dapat mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah dan menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak berguna baginya baik dari perbuatan atau percakapan yang bersifat main-main (lahw). Dan tidak mengapa berbicara dan bercakap-cakap untuk suatu keperluan. 3/148 dan 203.
Tidak mengapa menyaksikan dan menikahkan seseorang didalam masjid. 3/151 dan 205.
Bersih-bersih termasuk dibolehkan baik untuk membersihkan dirinya sendiri serta hendaknya memakai parfum dan pakaian yang bagus namun hal ini bukanlah perkara yang disenangi (ditakutkan timbul rasa angkuh, serta sombong namun bila tidak, maka tida mengapa bila memang ia memilikinya dengan tanpa rasa sombong. Pen,-)
Kemudian hendaknya menjaga kebersihan masjid jangan sampai mengotorinya, baik berupa bekas makanan atau sisa makanan. Dan bila ia ingin buang hajat seyogyanya dibuang pada tempat yang telah disediakan. 3/151 dan 206.
Tidak diperbolehkan melakukan transaksi jual beli kecuali yang dibutuhkanya seperti membeli peralatan mandi dan lain-lain dan tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan seperti menjahit akan tetapi bila ada sebagian baju yang robek kemudian dijahit disitu maka boleh dilakukan. 3/147 dan 202.

H. Hukum I'tikaf bagi perempuan

Bagi perempuan boleh melakukan I'tikaf dimasjid manapun walaupun dimasjid itu tidak ditegakkan shalat jama'ah, dan bila ia akan I'tikaf tidak boleh dilakukan dirumahnya sendiri. 3/127 dan 190.
Baginya lebih disenangi bila mereka dibangunkan bangunan khusus dibagian masjid tersebut, yang tidak dijadikan shalat bagi kaum pria karena dikhawatirkan dapat memutuskan shaf dan membikin sempit tempat disebabkan becampur baurnya antara pria dan wanita. 3/127 dan 191.
Bagi yang sudah bersuami harus meminta izin terlebih dahulu, bila tidak diizinkan maka tiada I'tikaf baginya. Namun, jika I'tikafnya dikarenakan memenuhi nadzar dan nadzarnya dengan seizin suaminya ada beberapa pandangan, bila nadzar tersebut ditentukan waktunya maka tiada hak bagi suami untuk melarangnya dan bila tidak ditentukan waktunya ada dua pendapat, suami masih boleh melarangnya dan dalam pandangan yang lain tetap tidak boleh melarangnya. 3/152 dan 207.
Bagimana bila datang haid ? jika seorang yang haid berada dalam ruangan tertentu yang dibangun dalam masjid, kemudian ia yakin terhadap dirinya tanpa menyebabkan kerusakan (tercecernya darah haid. Pen,-), tidak mengapa ia berada disana namun bila tidak hendaknya ia pulang kerumahnya. Kemudian apabila ia telah suci sedangkan ia beri'tikaf karena sebuah nadzar, maka ia menyelesaikan nadzar tersebut dan mengganti dengan hari yang telah ia tinggalkan tanpa dikenakan kafarah baginya. Sedang hukum orang nifas sama dengan hukum orang haid. 3/153 dan 209.


Tidak boleh melarang wanita istihadzah beri'tikaf dimasjid, dan baginya harus bisa menjaga kebersihan, bila tidak bisa menjaga kebersihan hendaknya pulang. 3/154, 209 dan 210.
Bila sang suami meninggal sedang ia masih dalam keadaan beri'tikaf maka ia pulang guna menyelesaikan 'Iddah.

I. Hukum I'tikaf bagi hamba sahaya atau budak

Bagi hamba sahaya tidak boleh melakukan I'tikaf yang bersifat sunnah tanpa seizin tuannya, namun bila I'tikafnya karena nadzar maka tiada yang dapat menghalanginya untuk melakukan I'tikaf. 3/153 dan 207.

J. Lamanya I'tikaf

Lama I'tikaf sudah masyhur yaitu sepuluh hari terakhir dibulan Ramadhan, dimulai dari sebelum terbenamnya matahari di malam ke-21, adapula riwayat lain yang menjelaskan bahwa waktunya dari ba'da subuh di hari ke-21. 3/155, 211 dan 212.
Lebih disenangi bila menginap di tempat ia beri'tikaf pada waktu malam 'Id. 3/155 dan 212.
Jika berniat nadzar selama sehari penuh waka wajib baginya mengerjakan I'tikaf dari sebelum fajar sampai tebenamnya matahari. Namun bila beniat nadzar selama semalam penuh, maka wajib mengerjakan I'tikaf dari sebelum terbenamnya matahari sampai tebitnya fajar. 3/157 dan 216. kemudian bila niat nadzar selama sehari atau semalam dikerjakan pada pertengahan hari atau pertengahan malam maka nadzarnya belum dianggap syah, disamping itu orang tersebut tidak diwajibkan mengqodo' (mengganti) nadzar yang telah ditinggalkan. 3/158 dan 216.
Seorang mu'takif memulai dari sebelum terbenamnya matahari di sepuluh hari pertama pada malam ke-21 dan keluar meninggalkan tempat sampai terbenamnya matahari di hari yang paling akhir pada bulan ramadhan. 8/145 dan 7/32 serta 3/154, 210 dan 211.

K. Hukum keluar dari I'tikaf

Tidak boleh seorang mu'takif keluar meninggalkan tempat melainkan untuk kebutuhan yang sangat mendesak seperti makan, minum bila tidak ada orang yang memberikannya makanan, maka diperbolehkan pulang untuk memenuhi hajatnya tadi. Kemudian bila merasakan muntah, diperbolehkan keluar disekitar masjid untuk membuang muntahan yang telah dirasakan dan diperbolehkan meninggalkan tempat guna memenuhi panggilan Allah seperti shalat jum'at. 3/132, 191 dan 192.
Tidak boleh berjalan tergesa-gesa bagi orang yang diperbolehkan keluar guna mendatangi tempat pelaksanaan I'tikaf seperti orang yang telah selesai buang hajat.3/134 dan 195.
Bila seorang mu'takif keluar untuk mendengarkan musik maka batal I'tikafnya walau cuma sebentar namun jika dikarenakan lupa maka hal ini tidak merusak nilai dari I'tikafnya. 3/135, 139, 194 dan 196.
Kalau keluarnya untuk menjenguk orang sakit atau berta'ziyah ada dua riwayat, bila tidak ada orang yang melakukan pekerjaan itu seperti mengurusi jenazah baik menshalatkan, memandikan, mengkafani atau menguburkan, maka keluarnya menjadi wajib.
Adapun jika I'tikafnya bersifat sunnah, maka lebih disenangi untuk menjenguk orang sakit atau berta'ziyah maka hal ini dibolehkan. Akan tetapi lebih baik bila berada di masjid guna menyempurnakan I'tikaf. 3/137.
Bila keluarnya seseorang karena mudharat, seperti terjadinya fitnah kemudian ia takut akan mengenai dirinya, hartanya, atau terserang penyakit yang mengakibatkan susah dalam menjalani I'tikaf, atau pergi guna berjihad menegakkan syare'at, hal ini dibolehkan meninggalkan I'tikaf dan keluar dari masjid. 3/146 dan 200.
Jika ia telah keluar dan hilanglah segala uzurnya maka terserah bagi untuk kembali ketempat I'tikafnya atau ia cukup di rumah saja, ini jika I'tikafnya bersifat thatauwu' (sunnah). Namun bila I'tikafnya



bersifat wajib, maka ia wajib kembali ke tempat I'tikafnya semula dan membangun apa yang telah ia tinggalkan. 3/146.
Dan bila ia memiliki syarat yang tidak disyaratkan dalam pelaksanaan I'tikaf seperti berkumpul dengan isteri pada waktu malam I'tikaf, rekreasi, melakukan transaksi jual beli, atau melakukan bisnisman, maka syarat ini tidak diterima. 3/139 dan 196.

L. Mengganti I'tikaf

Jika rusak I'tikafnya yang bersifat Thatawwu' (sunnah), maka tidak diwajibkan qhada' (mengganti) baginya. Namun bila I'tikafnya bersifat nadzar beberapa hari yang berturut-turut tanpa ditentukan jumlah harinya rusaklah I'tikaf yang telah lalu dan mengganti ditahun yang lain. (Seperti orang yang beri'tikaf selama lima hari berturut-turut namun dihari ke empat ia merusak I'tikafnya berupa hal-hal yang dapat merusak I'tikaf tersebut maka jumlah empat hari yang telah ia lalui hangus, kemudian ia harus berniat lagi untuk memenuhi nadzarnya sebanyak lima hari dihitung dari awal,pen,-).
Dan jika nadzar I'tikaf dihari-hari tertentu, dalam pandangan ini mengakibatkan batalnya nadzar yang telah lalu, kemudian ia menggantinya diwaktu yang lain. Dalam pendapat yang lain, tidak membatalkan nadzar akan tetapi ia wajib mengganti dengan kaffarah berupa hari yang lain. 3/145 dan 200.
Dan jika nadzar I'tikafnya dihari yang berturut-turut kemudian ia berpuasa dan berbuka dihari yang lain, maka rusaklah nadzar yang telah ia lakukan secara berturut-turut tadi, dan diwajibkan dengan mengulanginya dari awal. 3/146 dan 200.


Karanganyar, 15 Ramadhan 1429 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebaik-baik Orang Adalah Yang Banyak Amal Sholehnya Lagi Bertaqwa

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. At-Taubah 71

Ucapkan Bismillah

web Islami

Urwah al-Wutsqo

Urwah al-Wutsqo
Tali Allah yang harus ditinggikan dimuka bumi serta menjadikan kalimat orang kafir menjadi rendah.